Kamis, 08 Desember 2016


Perkembangan Psikososial pada Masa Dewasa Akhir

A.    Teori dan Penelitian dalam Perkembangan Kepribadian
Pada awal 1920-an, ketika penulis Betty Friedan diminta untuk menyelenggarakan seminar di Universitas Harvard mengenai “Tumbuh di Masa Tua”, behavioris tekemuka, BF. Skinner menolak untuk berpartisipasi karena dia menganggap bahwa usia dan pertumbuhan adalah sebuah istilah yang kontradiktif. Namun 3 dekade kemudian, akhir masa dewasa semakin diakui sebagai masa pertumbuhan yang potensial.
 Berikut ini adalah beberapa teori dan peneliti yang dapat memberi tahu mengenai kepribadian ditahap akhir dari rentang kehidupan ini dan tentang tantangan psikologis dan kesempatan dari masa tua.
a.       Erik Erikson: Isu-isu normatif dan berbagai tugas
Bagi Erikson, pencapaian tertinggi pada masa lansia adalah rasa integritas ego atau integritas diri, sebuah pencapaian yang didasari oleh refleksi tentang kehidupan seseorang. Dalam tahap kedelapan dan terakhir dari rentang kehidupan, yaitu integritas ego versus keputusasaan, lansia perlu mengevaluasi dan menerima kehidupan mereka, begitupula untuk menerima kematian.
Orang-orang yang berhasil dalam tugas integratif yang terakhir ini, akan memperoleh perasaan mengenai makna hidup mereka dalam tatanan sosial yang lebih tinggi. Kekuatan yang dapat berkembang selama tahap ini adalah kebijaksanaan, sebuah “informasi dan perhatian yang terpisah dengan kehidupan diri sendiri dalam menghadapi kematian itu sendiri” (Erikson, 1985, hlm. 61)
Namun, Erikson percaya bahwa ketika fungsi tubuh melemah, orang harus mempertahankan ”keterlibatan yang vital dalam masyarakat”.
b.      Model Lima Faktor : Ciri-ciri Kepribadian pada Masa Lansia
·         Mengukur stabilitas dan Perubahan pada Masa Lansia
Salah satu cara untuk mengukur stabilitas atau perubahan adalah perbandingan ukuran peringkat dari beberapa orang yang berbeda pada suatu sifat tertentu. Sebuah tinjauan dari 152 penelitian longitudinal menemukan perbedaan relatif antar individu menjadi lebih stabil untuk waktu tertentu kemudian meningkat.
Cara terbaik untuk mengonseptualisasikan stabilitas kepribadian pada masa lansia, yaitu dengan cara yang relatif konsisten, yang dibentuk oleh baik genetis dan niche picking aktif, tetapi masih terus bergantung pada perubahan biologis dan dunia sosial.
·         Kepribadian sebagai prediksi emosionalisme, kesehatan dan kesejahteraan
Kepribadian merupakan alat prediksi yang kuat untuk emosi dan kesejahteraan subjektif – lebih kuat dibandingakan dengan hubungan sosial dan kesehatan (Isaacowits & Smith, 2003).
Penjelasan yang mungkin mengenai gambaran umum yang positif ini datang dari teori selektivitas sosial emosional: ketika orang beranjak tua, mereka cenderung mencari aktifitas dan orang-orang yang memberikan kepuasan emosional. Selain itu kemampuan manusia yang lebih baik dalam mengatur emosi menjelaskan mengapa mereka cenderung lebih senang dan ceria dibandingkan orang dewasa yang lebih muda, dan lebih jarang mengalami emosi negatif (Blanchard-Fields, Stein, Watson, 2004; Carstensen, 1999; Mroczek & Kolarz, 1998)

B.     Kesejahteraan Sosial
Secara umum, lansia memiliki gangguan mental yang lebih sedikit dan lebih bahagia dan puas akan hidup dibandingkan orang yang lebih muda (Mroczek & Kolarz, 1998; Wykle dan Musil, 1993; Yang, 2008). Peningkatan kebahagiaan dikemudian hari mungkin sebagian mencerminkan nilai pandang dari sudut pandang dewasa, tetapi mungkin juga mencerminkan kelangsungan hidup selektif dari orang yang lebih bahagia.
a.       Bertahan dan Kesehatan Mental
Bertahan adalah cara berpikir atau perilaku adiktif yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan stress yang timbul dari kondisi berbahaya, mengancam, atau menantang. Bertahan adalah aspek penting dari kesehatan mental. Ada dua pendekatan teoritis dalam mempelajari ketahanan yaitu pertahanan adaptif dan model penilaian kognitif.
·         George Vaillant: Pertahanan Adaptif
Penyebab kesehatan mental positif pada masa lansia menurut tiga penelitian prospektif faktor yang penting adalah penggunaan pertahanan adaptif dalam melakukan pertahanan pada masalah-masalah hidup sebelumnya. Mereka yang dimasa lansia menunjukkan penyesuaian psikososial terbaik telah menggunakan pertahanan adaptif yang matang seperti altruisme, humor, supresi atau peredaman (tetap sabar), antisipasi (merencanakan masa depan), dan sublimasi (mengarahkan emosi negatif menjadi pencapaian yang positif).
·         Model penilaian kognitif
Dalam model penilaian kognitif, individu secara sadar memilih strategi bertahan dengan dasar bagaimana mereka mempersepsikan dan menganalisis situasi. Bertahan meliputi seluruh hal yang dipikirkan atau dilakukan individu dalam upaya beradaptasi terhadap stress, terlepas dari berhasil atau tidaknya hal tersebut. Memilih strategi yang sesuai membutuhkan penilaian yang berkelanjutan terhadap hubungan antara orang dan lingkungannya.
Strategi bertahan ada dua, yang pertama terfokus pada masalah dan terfokus pada emosi. Bertahan terfokus pada masalah melibatkan penggunaan strategi instrumental, atau berorientasi pada tindakan untuk menghilangkan, mengatur, atau meningkatkan kondisi penyebab stress. Tipe bertahan ini biasanya muncul ketika seseorang melihat kesempatan yang realistis untuk mengubah suatu situasi. Yang kedua terfokus pada emosi, ditunjukkan agar “merasa lebih baik” dengan mengelola respon emosi pada situasi yang menimbulkan stress untuk mengurangi dampak psikis atau psikologis. Tipe bertahan ini terjadi jika seseorang menyimpulkan bahwa tidak ada hal yang bisa dilakukan mengenai situasi itu sendiri.

C.     Praktik dan Isu-isu Sosial Terkait menjadi Tua
·         Bekerja, pension dan tempat tinggal
Orang yang bekerja memasuki usia60 tahun biasanya mengalami pekerjaan yang ringan dan tidak membuat mereka stress. Namun dikarenakan perubahan ekonomi banyak para pekerja yang lebih tua terpaksa bekerja karena dipaksa oleh situasi keuangan dan meningkatnya biaya medis (Sterns, 2010). Lansia seringkali lebih produktif dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda walaupun lebih lamban, faktornya karena pengalaman.
Pada kehidupan setelah pensiun, aktifitas terpusat disekitar keluarga dan pasangan. Situasi sosial ekonomi memengaruhi setelah pension. Kebiasaan dinegara kita setelah pension mereka sering mencari kesibukan dirumah. Misalnya, berkebun, berternak, dan lain-lain.
Keadaan lansia secara financial, setelah pension mereka memanfaatkan jaminan sosial dan program pemerintah. Pengaturan tempat tinggal lansia, tetap tinggal dirumah sendiri walaupun tanpa bantuan dan mereka ingin mandiri. Tinggal sendiri yang terjadi dinegara maju, perempuan lansia akan tinggal dirumah sendiri daripada lansia laki-laki yang biasanya tinggal bersama sanak keluarga. Apabila tinggal dengan anak yang sudah dewasa, memindahkan orangtua kerumah anaknya harus ada persetujuan dengan suami atau istrinya. Jika tinggal di institusi perawatan
Pilihan alternative, beberapa lansia yang tidak mau merawat rumahnya biasanya memilih tempat yang sesuai dengan komunitasnya, seperti tempat tinggal di institusi perawatan.


D.    Hubungan Personal pada masa Lansia
a.       Teori kontak Sosial dan Dukungan Sosial
Menurut teori konvoi sosial, lansia mempertahankan tingkat dukungan sosial mereka dengan mengidentifikasi anggota jaringan sosial yang dapat membantu mereka. Terdapat penjelasan yang sedikit berbeda mengenai perubahan kontak sosial dari teori selektivitas sosioemosional, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang telah berusia lanjut, menginvestasikan waktu dan energy yang mereka miliki dalam menjaga hubungan yang lebih intim. Sejalan dengan teori konvoi sosial, para peneliti juga menemukan keseimbangan pergeseran dukungan nyata, informasi, emosional, dengan bertambahnya usia mereka, orang dewasa, terutama laki-laki, memberikan dukungan yang lebih sedikit untuk orang lain, tapi menerima lebih. Sebagai orang dewasa yang lebih tua memberikan beberapa dukungan yang mereka terima sebelumnya dari teman, mereka mendapatkan lebih banyak dukungan emosional dari jaringan yang lebih kecil dari ikatan keluarga.
b.      Pentingnya hubungan social
Dukungan emosional dapat membantu lansia dalam mempertahankan kepuasan hidup ketika menghadapi stress dan trauma serta terdapat ikatan positif dengan kesehatan dan kebahagiaan hidup yang lebih baik. Hubungan sosial berjalan seiring dengan kesehatan (Bosworth & Schaine, 1997; Vaillant, Meyer, Mukamal & Soldz, 1998). Orang yang terisolasi secara sosial cenderung kesepian, dan kesepian dapat mempercepat penurunan fisik dan kognitif.

c.       Keluarga multigenerasi
Kehadiran banyak anggota keluarga dapat memperkaya, tetapi juga dapat menciptakan tekanan tertentu. Semakin banyaknya anggota keluarga, lebih memungkinkan adanya paling sedikit satu anggota yang hidup cukup lama untuk menderita beberapa penyakit kronis dan yang perawatannya mungkin menyulitkan secara fisik dan emosional.
Pola-pola budaya yang bervariasi memengaruhi hubungan keluarga dan tanggung jawab terhadap generasi yang lebih tua. Terdapat suatu pernyataan bahwa laju percepatan globalisasi akan menghasilkan suatu gerakan menjauh dari ikatan keluarga yang lebih berorientasi tradisional yang ditemukan dibanyak Negara. Percepatan globalisasi ini juga ditemui melalui arah gaya individualistic yang merupakan karakteristik dari ekonomi nasional yang lebih stabil.

E.     Hubungan Marital
Berbeda dengan hubungan keluarga yang lain, pernikahan setidaknya dalam budaya kontemporer barat biasanya dibentuk atas persetujuan bersama, oleh karena itu efeknya terhadap kesejahteraan hidup memiliki kedua karakteristik yaitu persahabatan dan ikatan keluarga (Antonucci & Akiyama, 1995). Hal ini dapat memberikan pengalaman emosi yang tertinggi dan juga terendah terhadap diri seseorang
a.       Pernikahan jangka panjang
Dibandingkan pasangan setengah baya, pasangan yang masih bersama pada masa lansia lebih mungkin melaporkan bahwa pernikahan mereka memuaskan, dan banyak yang menyatakan bahwa pernikahan ini membaik. Karena saat ini perceraian lebih mudah, pasangan yang masih bersama akan lebih mungkin berhasil menyelesaikan perbedaan mereka dan telah sampai pada akomodasi mutual yang memuaskan mengenai perbedaan mereka. Anak cenderung menjadi sumber kepuasan dan kebanggaan dibandingkan dengan sumber konflik.
Cara pasangan menyelesaikan konflik adalah kunci kepuasan pernikahan selama masa dewasa. Pola penyelesaian konflik cenderung tetap konstan selama pernikahan, tetapi kemampuan lansia yang lebih besar dalam mengatur emosi mereka mungkin membuat konflik berkurang keparahannya.
b.      Janda/duda
Perempuan cenderung hidup lebih lama dari suami dan kecil kemuningkinannya dibandingkan laki-laki untuk menikah lagi. Pada usia 65 tahun, perempuan hamper 4 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki menjadi dua. Dan laki-laki duda tua jauh lebih mungkin untuk dilembagakan daripada perempuan janda tua setelah kematian pasangan. Di kebanyakan Negara lebih dari setengah perempuan lansia adalah janda.
c.       Perceraian dan menikah kembali
Perceraian pada masa lansia sangat jarang terjadi, jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan kelompok yang lebih muda yang memiliki tingkat perceraian yang lebih tinggi akan mencapai masa lansia.
Menikah kembali pada masa lansia memiliki karakteristik khusus. Dari 125 laki-laki dan perempuan yang memiliki pendidikan yang baik dan makmur, mereka yang melakukan pernikahan kembali pada masa lansia kelihatannya lebih bisa memercayai, menerima, dan lebih merasa tidak perlu berbagi perasaan pribadi yang dalam.
Menikah kembali memberikan manfaat sosial, lansia yang menikah lebih tidak membutuhkan dukungan dari komunitas dibandingkan mereka yang hidup sendiri. Menikah kembali harus didukung dengan memperbolehkan orang untuk tetap menerima manfaat pension dan jaminan sosial dari pernikahan sebelumnya dan dengan ketersediaan perumahan kelompok dan tempat tinggal bersama lainnya.

F.      Gaya Hidup Nonmarital dan Hubungan
a.       Hidup sendiri
Dilebih dari setengan penduduk dunia, 5 persen atau lebih kecil dari laki-laki lansia dan 10 persen atau kurang dari lansia perempuan tidak pernah menikah. Disebagian Negara Karibia dan Amerika Latin, proporsi mereka yang tidak pernah menikah lebih tinggi kemungkinan karena adanya prevalensi kehidupan bersama tanpa ikatan.
Mereka paling mungkin untuk mengalami “beban tunggal”, stress praktis dan emosional kronis dikaitkan dengan ketiadaan pasangan intim. Alasan yang mungkin tidak dialami oleh indivdu yang tidak pernah menikah yakni tekanan transisi keluar dari perkawinan yang sebelumnya telah mengembangkan keterampilan hidup dewasa dan sumber daya seperti otonomi dan kemandirian yang membantu mereka mengatasi hidup melajang. Mereka juga memiliki sumber daya yang lebih nyata, mereka berada dalam kesehatan yang baik dan memiliki pendidikan tinggi serta pendapatan dibanding dengan mereka yang telah menikah.
b.      Kohabitasi
Lebih dari 1 juta orang dewasa Amerika yang lebih tua, 4 persen dari populasi yang belum menikah, saat ini melakukan kohabitasi. 9 dari 10 orang dari mereka sebelumnya pernah menikah. Pelaku kohabitasi lansia memiliki kelemahan tertentu dibandingkan dengan lansia yang menikah kembali. Pelaku kohabitasi lansia, khususnya perempuan cenderung memiliki pendapatan lebih rendah dan lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki rumah. Perempuan khususnya tampaknya dirugikan oleh kohabitas.
c.       Hubungan gay dan lesbian
Hubungan gay atau lesbian pada masa lansia cenderung sangat kuat, sportif dan beragam. Kebanyakan homoseksual memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, sedangkan yang lain mengadopsi anak. Masalah utama yang dihadapi oleh lansia gay dan lesbian tumbuh dari sikap masyarakat.
d.      Persahabatan
Kebanyakan lansia memiliki teman dekat dan seperti halnya pada masa dewasa awal dan menengah. Mereka dengan lingkaran pertemanan yang aktif cenderung lebih sehat dan bahagia.
Lansia menikmati saat menghabiskan waktu dengan teman-teman mereka dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan dengan keluarga. Sejalan dengan teori konvoi sosial dan selektivitas sosial emosional, pertemanan yang berumur panjang biasanya bertahan sampai usia yang sangat tua. Meskipun demikian, terkadang pindah, sakit dan keterbatasan fisik membuat mereka sulit untuk mempertahankan hubungan dengan teman lama. Meskipun banyak yang membuat pertemanan baru, bahkan pada saat berusia diatas 85 tahun, tetapi lansia akan lebih mungkin untuk mengatribusikan manfaat pertemanan dibandingankan orang yang lebih muda (seperti kesetiaan&afeksi) kepada individu spesifik, yang tidak bisa tergantikan ketika mereka meninggal, pindah ke panti atau pergi

G.    Ikatan Kekerabatan Marital
a.       Hubungan dengan anak yang sudah dewasa
Orangtua yang memiliki keterkatian dengan anak yang sudah dewasa akan lebih mungkin untuk tidak merasa kesepian atau depresi dibandingkan dengan orang yang hubungan orang tua – anaknya tidak terlalu baik (Koropecky-Cox, 2002). Hubungan ibu dan anak perempuan cenderung lebih akrab dan memengaruhi hubungan anggota keluarga yang lain. Saling membantu antaroorangtua dan anak yang sudah dewasa cenderung berubah seiring dengan pertambahan usia orang tua, dan anak memberikan dukungan yang lebih besar. Ibu yang hangat, responsif, lebih mungkin untuk meminta bantuan keuangan atau nasihat personal daripada ibu yang lebih dominan atau membatasi selama masa remaja anak-anak mereka dan dewasa muda (Schooler, Revell, &Caplan, 2007)
Orangtua lansia yang dapat beraktivitas begitu sering terus memberikan dukungan financial anak. Dinegara-negara kurang maju, orangtua lansia berkontribusi dengan cara rumah tangga, perawatan anak, dan sosialisasi cucu. Orang tua lansia terus menunjukkan perhatian yang besar terhadap anak mereka. Mereka cenderung menjadi stress atau depresi jika anak mereka mengalami masalah dan dapat menganggap masalah itu sebagai tanda kegagalan mereka sendiri.
Lebih jauh lagi, jumlah orangtua lansia, terutama kulit hitam yang membesarkan atau membantu membesarkan cucu atau cicit makin berkembang. Pengasuh non-normatif yang sering kali dipaksa menjalani peran orang tua aktif pada waktu yang tidak diharapkan seringkali merasakan tekanan. Mereka seringkali tidak siap secara fisik, emosional atau financial untuk tugas ini, mereka mungkin tidak tahu kemana harus meminta dukungan dan pertolongan.

b.      Hubungan dengan saudara kandung
Saudara memberikan pendampingan seperti yang diberikan teman, lebih dari anggota keluarga yang lain; tetapi saudara lebih dari sekadar teman karena mereka memberikan dukungan emosional (Bedford, 1995)
Makin dekat dan makin banyak jumlah saudara hidup yang dimiliki lansia, maka semakin mungkin lansia memercayakan diri pada saudara tersebut (Connidis&Davies, 1992). Mengenang pengalaman bersama pada masa lalu jadi lebih sering dilakukan pada masa lansia; ini dapat membantu mereka untuk mengkaji ulang hidup dan menempatkan hubungan keluarga yang signifikan di dalam perspektif mereka. Saudara perempuan memegang peran vital dalam mempertahankan hubungan dan kebahagiaan keluarga, hal ini mungkin disebabkan emosi perempuan yang ekspresif dan peran tradisional sebagai pengasuh (Bedfords, 1995; Cicirelli, 1989, 1995)

c.       Menjadi kakek nenek buyut
Karena usia, penurunan kesehatan, atau lokasi keluarga yang berjauhan, buyut cenderung lebih tidak terlibat dibandingkan dengan kakek/nenek dalam kehidupan seorang anak; dan karena keluarga dengan 4 atau 5 generasi adalah sesuatu yang relative baru, hanya sedikit panduan mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang buyut (Cherlin&Furstenberg, 1986). Menjadi buyut memberikan rasa pembaharuan bagi pribadi dan keluarga, menjadi sumber pengalihan perhatian, dan tanda bahwa lansia panjang umur.
Peran kakek / nenek dan buyut sangat penting bagi keluarga mereka. Mereka adalah sumber kebijaksanaan, teman dalam bermain, penghubung dengan masa lalu, dan symbol kesinambungan kehidupan keluarga. Mereka memiliki fungsi generative tertinggi, yaitu mengeskpresikan keinginan manusia untuk melampaui kematian dengan menginvestasikan diri mereka dalam kehidupan generasi masa depan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar